BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam
mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I ini, dapat dipelajari tentang pengukuran situasi
dengan menggunakan metode yang bermacam-macam. Pengukuran ini didasarkan atas
kedudukan gelembung Nivo.
Dalam
laporan ini dijelaskan/diterangkan tentang beberapa metode yang biasa digunakan
dalam metode pengukuran menggunakan theodolite dilapangan. Untuk memperoleh
tingkat ketelitian yang tinggi dalam pengukuran situasi, maka dilakukan
pengukuran situasi dengan pengukuran theodolite. Pengukuran situasi sangat
diperlukan dalam berbagai macam perencanaan, antara lain: perencanaan bangunan,
jalan, jembatan, sungai, irigasi, dll.
1.2
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Adapun
maksud dan tujuan dilakukannya praktikum adalah antara lain:
2. Untuk
mengetahui sejauh mana para mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari
dosen pengajar dengan mempraktekkannya langsung dilapangan.
3. Untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan kerja dilapangan
pada saat menghadapi suatu masalah yang terjadi dilapangan.
4. Melatih
para mahasiswa agar terampil dan mampu melakukan pengukuran dilapangan, dan
mengetahui system kerja orang lapangan.
5. Melatih
mahasiswa agar terampil dalam pengoperasian theodolite, serta terampil dalam
pengolahan data dan penggambaran.
6. melatih
kekompakkan dalam sesame anggota tim dalam melaksanakan praktek dilapangan.
7. Untuk
memperoleh gambaran dari suatu daerah tertentu, dari hasil pengukuran melalui
bidang datar dengan skala dan system proyeksi.
1.3
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Dalam penulisan laporan
ini, penulis membatasi masalah yang berhubungan langsung dengan praktikum
pengukuran situasi. Adapun pelaksanaan praktikum yang dilaksanakan dilapangan
menggunakan berbagai macam metode, antara lain:
a. Pengukuran
Koordinat Siku (Frontside dan Backside)
b. Intersection
(Pengukuran Kemuka)
c. Resection
(Pengukuran Kebelakang)
d. Polar
1.4
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1.4.1
Studi Literature
Dalam
penulisan laporan ini diperlukan beberapa literature sebagai dasar acuan yang
dapat digunakan untuk pelaksanaan praktikum dilapangan dan kesempurnaan
penulisan laporan ini. Literature yang dipakai bersumber dari beberapa buku
yang ada hubungannya dengan penulisan laporan dan pengukuran situasi dengan
menggunakan theodolite.
1.4.2
Studi Lapangan
Kegiatan
praktikum Ilmu Ukur Tanah I yang dilaksanakan selama satu semester, yaitu pada
semester I, praktikum dilaksanakan disekitar lingkungan Politeknik Negeri
Banjarmasin. Pembuatan laporan berdasarkan hasil studi literature dan
pengukuran dilapangan dengan pengambilan data dan hasil pengukuran dilapangan.
Dari data yang didapat dari hasil pengukuran tersebut dihitung dan dilakukan
penggambaran.
1.5
KESELAMATAN KERJA
Dalam
melaksanakan praktikum harus selalu memperhatikan keselamatan kerja. Berikut
ini keselamatan kerja yang harus dipatuhi dan dijalankan, antara lain:
a. Berdoa
sebelum melaksanakan praktikum
b. Mengecek
kelengkapan alat sebelum dibawa ke lapangan
c. Lindungi
alat dari panas dan hujan, serta letakkan alat ditempat yang aman
d. Berhati-hatilah
dalam penggunaan alat
e. Periksa
kelengkapan alat sebelum dikembalikan
f. Kembalikan
alat ke tempat semula dengan rapi dan bersih, serta lengkap
g. Melakukan
praktikum sesuai dengan instruksi yang disampaikan oleh dosen pengajar
1.6
PERALATAN DAN BAHAN
1. Theodolite
+ Statif
2. Rambu
Ukur
3. Data
Board
4. Paku
Payung + Palu
5. Payung
6. Roll
Meter
1.7
ANGGOTA KELOMPOK
a. Reza
Yudistia Rakhman
b. Ayu
Rusmaida
c. Deki
Purnawijaya
d. Mahfuzah
Hidayati
e. M.
Ifka Fitri
f. M.
Najmul Falah
g. M.
Kudori
h. Nandang
Bhakti Hernanda
i.
Siti Hamidah
j.
Basuki Rachmat
BAB
II
DASAR
TEORI
2.1
PENGUKURAN SITUASI
Pengukuran
situasi adalah serangkaian pengukuran suatu daerah dengan cara menentukan
objek-objek penting berdasarkan unsur sudut dan jarak dalam jumlah yang cukup,
sehingga dapat mewakili atau menggambarkan daerah tersebut dan seisinya sejelas
mungkin dengan skala tertentu.
Prinsip pengukuran dalam hal ini adalah dengan system
koordinat. Jenis pengukuran menggunakan alat sederhana seperti, jalon, pita
ukur, pen ukur, penta prisma, dan kompas pada umumnya dilakukan untuk pemetaan
daerah-daerah yang kecil diantaranya, pengukuran bidang tanah (persil),
pembagian petak sawah, dan pembuatan jalur sederhana pada perkebunan. Adapun
cara yang kita pakai pada praktikum kali ini adalah dengan koordinat siku,
intersection, resection, dan polar.
Pemetaan dari suatu
lokasi/daerah mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam
suatu gambaran. Pengukuran dilakukan terhadap semua benda/titik-titik benda
baik buatan manusia maupun ciptaan tuhan. Pengukuran horizontal dan vertikal
serta detail disebut juga pengukuran situasi.
Maksud pengukuran
situasi/pemetaan adalah untuk memindahkan bayangan dari sebagian atau seluruh
permukaan bumi yang tidak teratur ke atas suatu bidang datar yang dinamakan
peta. Pada pengukuran situasi, data-data situasi lapangan harus dapat
digambarkan pada bidang datar dengan skala tertentu yang dapat mencerminkan
bayangan horizontal dan vertikal dari daerah tersebut. Detail situasi yang
perlu diamati dan dipetakan adalah:
·
Unsur Buatan Alam: Garis pantai,danau
dan batas rawa, batas tebing, batas
hutan.
·
Unsur Buatan Manusia: Bangunan, batas
sawah, batas kepemilikan tanah, irigasi
Dalam pengukuran ini alat yang
digunakan adalah alat ukur Theodolite. Theodolite atau Teodolit adalah
instrumen yang dirancang guna pengukuran sudut, yaitu sudut-sudut mendatar dan
sudut tegak. Konstruksi instrumen theodolite ini secara mendasar dibagi dalam
tiga bagian, seperti terlihat pada gambar berikut;
Gambar 3.1:
Konstruksi dasar theodolite
Keterangan:
i.
Bagian bawah ditunjukan dengan arsiran
ii.
Bagian tengah ditunjukan dengan warna
hitam
iii.
Bagian atas ditunjukan dengan warna
putih
1.
Bagian bawah, terdiri dari pelat dasar dengan
tiga sekrup penyetel yang menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar
berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus
2.
Bagian tengah, terdiri dari suatu sumbu yang
dimasukkan ke dalam tabung dan diletakan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah
sumbu tegak atau sumbu kesatu. Diatas sumbu kesatu diletakan lagi suatu pelat
yang berbentuk lingkaran dan mempunyai jari-jari yang lebih kecil dari pada
jari-jari pelat pada bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat
alat pembaca nonius. Di atas pelat nonius ini ditempatkan dua kaki yang menjadi
penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan suatu nivo tabung diletakan
untuk membuat sumbu kesatu tegaklurus.
Lingkaran
mendatar dibuat dari kaca dengan garis-garis pembagian skala dan angka
digoreskan dipermukaannya. Garis-garis tersebut amat tipis dan lebih jelas
tajam bila dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam
derajat sexagesimal yaitu satu
lingkaran penuh dibagi dalam 360o atau dalam grades sentisimal yaitu
satu lingkaran penuh dibagi dalam 400g.
3.
Bagian atas, terdiri dari sumbu kedua yang
diletakan diatas kaki penyanggah sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakan suatu
teropong yang mempunyai diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik.
Pada sumbu kedua ini pula diletakan pelat yang berbentuk lingkaran tegak sama
seperti pelat lingkaran mendatar.
Sistem yang berlaku pada ketiga
bagian dalam theodolite adalah sebagai berikut;
Sumbu Kesatu
Tegak
|
Sumbu Optis
|
Sumbu Kedua
mendatar
|
Lingkaran Vertikal
|
Lingkaran
Horisontal (Hz)
|
Syarat
Theodolite
–
Syarat
pertama yang harus dipenuhi adalah sumbu kesatu benar-benar tegak/vertikal.
Jika sumbu kesatu miring, maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar.
Dan ini berarti sudut yang diukur bukan lagi sudut mendatar.
–
Syarat
kedua adalah sumbu kedua harus benar-benar mendatar, jika sumbu kesatu sudah
benar-benar tegak, maka dapat dikatakan sumbu kedua ini tegaklurus sumbu
kesatu.
–
Syarat
ketiga adalah garis bidik harus tegaklurus sumbu kedua/mendatar.
–
Syarat
keempat adalah tidak adanya salah indeks pada skala lingkaran kesatu. Salah
indeks disebabkan tidak tepatnya indeks pada bacaan 0.
Macam
Theodolite
Dari konstruksi dan cara
pengukuran, dikenal dua macam theodolite:
1.
Theodolite
Reiterasi
2.
Theodolite
Repetisi
Theodolite
Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, pelat
lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan pelat lingkaran nonius dan tabung
sumbu pada kiap, sehingga lingkaran mendatar bersipat tetap. Pada jenis ini
tidak terdapat sekrup pengunci pelat nonius.
Theodolite
Repetisi
Pada theodolite repetisi, pelat
lingkaran skala mendatar ditempatkan sedemikian rupa, sehingga pelat ini dapat
berputar sendiri dengan tabung poros sebagai sumbu putar. Pada jenis ini
terdapat sekrup lingkaran mendatar dan sekrup nonius.
Theodolite
Elektro Optis
Dari konstruksi mekanismenya sistem
susunan lingkaran sudutnya antara theodolite optis (manual) dengan theodolite
elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop pada pembacaan skala lingkaran tidak
menggunakan sistem lensa dan prisma lagi, melainkan menggunakan sistem sensor.
Sensor ini bekerja sebagai elektro
optis model (alat penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama sistem
analog dan kemudian harus ditransfer ke sistem angka digital. Proses
perhitungan secara otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka
decimal
2.2
KOORDINAT SIKU
Sistem koordinat siku-siku mengandung unsur absis (Dx) yang bergerak sepanjang sumbu X dan unsur ordinat (Dy) yang bergerak sepanjang sumbu Y [Sinaga I ’97].
Pada cara ini semua titik yang diperlukan untuk membuat
gambaran dari lapangan di proyeksikan siku atau tegak lurus terhadap garis ukur
yang dibuat sedemikian rupa. Garis ukur ini dapat dipahami sebagai garis basis
pengukuran di lapangan. Dalam perencanaan garis basis pengukuran, usahakan
dibuat memanjang terhadap daerah yang diukur. Hal ini dimungkinkan bila
terlebih dahulu dilakukan orientasi awal pada lapangan.
Sebagai contoh tinjau gambar 3.1 akan dilakukan
pengukuran sebidang tanah yang dibatasi oleh titik 1,2,3,4 dan 5. Di dalam
bidang tanah tersebut terdapat sebuah bangunan yang ditandai dengan titik a,b
dan c. Pertama-tama buatlah sketsa situasi dari lapangan sehingga dari sketsa
tersebut dapat dilakukan perencanaan letak garis basis AB. Tancapkan Jalon pada
titik A dan B sebagai acuan, kemudian pasang pula jalon pada titik-titik batas
bidang tanah dan titik-titik pada sudut bangunan. Jika jumlah jalon yang
dimiliki terbatas, pemberian tanda dilapangan dapat menggunakan pen atau patok
kayu. Tentu yang dimaksud disini agar pengukuran memdapatkan hasil yang baik,
maka sebaiknya jumlah jalon minimal 3 buah.
Tahap berikutnya ialah memproyeksikan posisi titik-titik
detail yang telah ditentukan terhadap garis basis AB. Cara memproyeksikannya
adalah menggunakan prisma atau cermin sudut dan unting-unting atau tongkat
prisma yang dilengkapi nivo kotak. Untuk mendapatkan titik-titik proyeksi
seperti 1’,2’,3’,4’,5’ dan a’,b’,c’, maka orang yang mengukur dengan prisma
bergerak pada ruas garis AB dan menghadap titik-titik yang akan di proyeksikan,
sehingga letak titik proyeksi di bawah prisma tegak lurus terhadap garis basis.
Ini dibuktikan bila salah satu jalon pada titik detail terlihat pada prisma
telah berimpit dengan jalon A dan B. Setelah semua titik proyeksi ditentukan,
maka tahap berikutnya adalah mengukur jarak antar titik tersebut.
Dalam hal ini garis basis AB diasumsikan sebagai sumbu X
(absis) sedangkan garis yang menghubungkan titik detail dengan titik proyeksi
sebagai sumbu Y (ordinat) dengan titik 0 (nol) adalah titik A. Semua
titik-titik proyeksi di ukur jaraknya dari titik A = 0,0 sepanjang sumbu X
(absis) mengarah ke titik B. Sedangkan letak titik-titik detail di ukur
jaraknya dengan titik proyeksi dari garis basis AB. Penulisan angka-angka yang
menyatakan hasil ukuran jarak di tulis tegak lurus dengan garis basis
pengukuran dan ukuran jarak titik-titik proyeksi pada sumbu X di tulis di
samping titik yang bersangkutan. Sedangkan jarak pada sisi-sisi bangunan, batas
tanah dapat di tulis mengikuti arah garis yang bersangkutan. Untuk jarak
terakhir pada garis basis diberi dua garis di bawahnya.
Pada cara
pemotongan ke muka titik yang akan ditentukan Posisinya (titik
C) diamati dari dua buah tempat (A dan
B) yang masing - masing telah diketahui koordinatnya dan dapat saling terlihat,
sehingga dari titik A dan titik B dapat dilakukan pengukuran sudut CAB dan
sudut CBA, atau azimut AC dan azirnut BC. Jadi posisi C lupat dihitung dengan
metode perpotongan sudut, metode Perpotongan sudut, metode perpotongan azimut dan metode jarak dan arah atau azimut
2.3.1
Metode Perpotongan Sudut
Misal pada
gambar di bawah, titik C akan ditentukan posisinya dari titik A (XA, YA) dan B
(XB, YB,). Dari titik A dilakukan pengukuran sudut a dan dari titik
B diukur sudut b. Buat garis dari titik C
pemotong tegak lurus AB di D, dan dari A dan C tarik garis sejajar surnbu X,
sehingga berpotongan dengan garis yang sejajar sumbu Y melalui B dan D,
masing-masing di E dan F.
Misal
CD = r
AD
= p = r ctg a
BD
= q = r ctg b
AB
= c = p + q = r (ctg a
+ ctg b)
Sudut
FDC = sudut BAE = q
=
sin q
|
CD AB
= cos q
|
Dari
persamaan diatas kita dapatkan :
dan
:
Dari
Gambar 1, harga Xd dan Yd dengan perbandingan seharga garis AB didapat :
dengan
mensubsitusikan harga p,c, Xd pada persamaan (1) dan (2) didapat :
(3)
YC YA ctg b + Yb
ctg a + XA
+ XB
Rumus
tersebut hanya berlaku jika titik C terletak disebelah kanan AB, atau urutan
A,B,C searah putaran jarum jam. Apabila urutan ketiga titik tersebut tidak
demikian, maka harus ditukar sehingga memenuhi aturan diatas.
2.3.2
Metode Perpotongan Azimut
Pada gambar 2, titik C akan dihitung
posisisnya dari tititk A dan tititk B yang masing – masing diketahui
koordinatnya. Adapun data ukuran adalah azimut
AC
= aAC dan azimuth
BC = aBC
Buat
garis pertolongan melalui C sejajar sumbu X, dan melalui A dan B sejajar sumbu
Y sehingga berpotongan di G dan F, dari gambar diatas akan didapat :
= tgaAC
|
FA YC
– YA
= tgabc
|
FA Yc – Yb
Dari
padanya akan mendapatkan :
Xc = Xa + (Yc -
Ya) tgac
= Xb + (Yc – Yb) tgAB
Dengan
dua buah ksamaan diatas untuk Xc, dan menjadikan Yc pada ruas kiri maka akan
didapatkan persamaan sebagai rumus metode ini :
Xc
= Xa + (Yc – Ya) tgaab
= Xb + (Yc – Yb) tgabc
Apabila
persamaan (1) dan (2) dibalik, akan medapatkan juga :
Yc
= Ya + (Xc – Xa) ctgaac
Rumus tersebut digunakan secara
berpasangan. Rumus (3) menggunakan pasangan tangent (tg) sedangkan rumus (4)
menggunakan cotangent (ctg). Penggunakan atau pemeluhaaan nya tergantung dari
harga “penyebut” dari rumus tersebut. Apabila azimutnya ada yang mendekati 0° atau
180°, digunakan
rumus tangent dan apa bila mendekati 90°
atau 270° gunakan rumus
cotangent.
2.3.3 Metode Jarak dan Sudut Arah
Titik P akan ditentukan koordinatnya
dengar permotongan kemuka dari A dan B yang kedua - duanya diketahui koordinatnya. Theodolit
dititik A untuk membikik titik P dan B, selanjutnya masing – masing lingkaran
horizontalnya dibaca untuk menentukan sudut PAB (a),
kemudian alat dipindahkan ke titik B bidik titik A dan P untuk mendapatkan
besar sudut ABP (b).
adapun langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1.
Terlebih dahulu ditentukan sudut jurusan dan jarak sebagai dasar
perhitungannya,
yaitu :
tgaab
= (Xb – Xa) : (Yb – Ya)
dab
= (Xb – Xa) : sin aab
= (Yb – Ya) : cos aab
2.
Titik P diikat dari titik A
Dari gambar dapat
dilihat bahwa a ap = aab - a
dan dengan menggunakan rumus sinus dalam segitiga ABP didapat :
dap
: sinb = dab : sin {180° - (a
+ b)}
. sin b
= m sin b
|
sin(a + b)
setelah aap dan dap diketahui, maka :
Xp = Xa + dap
sin aap
Yp = Ya + dap
cos aap
3.
Titik P diikat dari titik B
Dengan rumus sinus
dalam segitiga ABP didapat :
Selanjutnya dapat
ditentukan koordinat P dengan :
Dari dua perhitungan diatas,
dapat dua koordinat titik P, yang kemudian dirata – rata.
2.4
PEMOTONGAN
KE BELAKANG (RESECTION)
Pada penentuan koordinat pada sebuah
titik dengan cara pemotongan kebelakang (Resection), alat ukur didirikan
dititik yang akan ditentukan posisinya. Selanjutnya alat ukur digunakan untuk
mengamati titik titik tetap yang telah diketahui koordinatya sehingga titik
ikat yang diperlukan tidak cukup 2 buah tetapi minimal 3 buah. Pada cara
pemotongan kebelakang, ada 2 cara perhitungan :
1.
Cara Collins
2.
Cara Cassini
2.4.1 Cara Collins
Titik P diikat kebelakang pada titik
A, B, C yang masing masing telah diketahui koordinatnya. Collins mengambil
penolong dengan membuat lingkaran melalui A, B dan P. Selanjutnya titik P
dihubungkan dengan C, dan garis PC dimisalkan memotong lingkaran dititik H yg
dinamakan, titik penolong Collins. Dari titik H sebagai titik penolong akan
ditentukan sebagai titik yang akan ditentukan posisi titik yang dicari
Untuk menentukan koordinat titik H
tarik garis AH dan BH. Maka sudut BAH = b,
dan sudut ABH sebagai sudut segiempat tali busur dalam lingkaran = 180° - (a
- b). Dengan
demikian sudut sudut pada titik ikat A dan B diketahui, dan titik H ditentukan
koordintnya dengan pemotongan kemuka dari A dan B.
Langkah berikutnya adalah menentukan
Posisi P. Untuk itu akan ditinjau apakah P dapat dihitung dengan cara
pemotongan kemuka. Agar titik P dapat dihitung posisinya dengan cara pemotongan
kemuka dari A dan B, maka harus diketahui sudut BAP dan ABP.
Sudut ABP akan dapat dihitung bila
sudut BAP = g . Sudut g menjadi sudut segiempat tali busur,
maka g = sudut BHC = aBC - aHB.
Karena H dan C telah diketahui koordinatnya, maka aHC dapat dihitung dengan cara arctg {(XC
- XH ) : ( YC – YH)}.
aBH
telah diketahui pada waktu mehitung titik H dan aHB
= aBH
-
180° ;
maka
g
= aHC
-
aHB
=
aHC
– (aBH
-
180°)
Sudut
ABP = 180° - (a + g)
Sekarang dengan diketahuinya sudut
BAP dan ABP maka koordinat titik P dapat dihitung dengan cara pemotongan kemuka
dari titik A dan B. Sehingga dapat disimpulkan cara Collins untuk pemotongan
kebelakang dikembalikan perhitungan pemotongan kemuka dua kali, yakni sekali
untuk titik H dan keduanya untuk titik P sendiri.
Langkah – langkah perhitungannya
adalah sebagai berikut :
2.4.2 Cara Cassini
Pada cara cassini diperlukan dua
tempat kedudukan untuk menentukan posisi titik P yang diikat pada titik A, B,
dan C. Cassini membuat garis melalui A tegak lurus AB dan garis ini memotong
tempat kedudukan yang melalui A dan B dititik R. Demikian pula, dibuat garis
lurus melalui titik C dari tegak lurus pada BC dititik S. Selanjutnya hubungan
R dan P dan S dengan P. Karena sudut BAR = 90°,
maka garis BR menjadi garis setengah lingkaran, hingga sudut BPR = 90° pula. BS juga merupakan garis tengah
lingkaran, sehingga sudut BPS = 90°.
Karena sudut BPR = 90°
dan sudut BPS 90°,
maka titik R, P, S akan terletak satu garis lurus. Titik - titik R dan S
dinamakan titik penolong cassini.
Lebih dulu akan dicari titik
koordinat penolong cassini R dan S supaya dapat dihitung sudut jurusan garis
RS. Karena BP tegak lurus RS, didapat pula sudut jurusan PB, dan kemudian sudut
jurusan BP digunakan untuk menghitung koordinat P sendiri dari titik B. langkah
perhitungannya sebagai berikut :
1.
Hitung koordinat titik R dengan segitiga BRA yang siku – siku diA, maka
¶AR
=
¶AB
cotg a dan aAR = aAB - 90°.
2.
Hitung koordinat titik S dengan segitiga BSC yang siku – siku diC, maka
¶CS
=
¶CB
cotg b dan aCS = aBC + 90°.
3.
Setelah R dan S didapat, maka dapat ditentukan jurusan RS. Kemudian dihitung
koordinat titik P dengan Rumus :
Disini
:
n
= tg aRS
Pemotongan
kemuka dan pemotongan kebelakang pada umunya hanya digunakan untuk penambahan
dari titik control yang ditentukan dengan metode polygon atau yang lain, yang
dirasa masih kurang. Apabila penambahan titik control tersebut cukup banyak,
maka cara ini menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan waktu yang agak lama,
baik dalam pengukuran dan perhitungannya.
2.5
PENGUKURAN SIFAT POLAR
Sistem
koordinat polar dinyatakan dengan unsur sudut
(a) yang diukur dari sumbu Y positip (utara) searah putaran
jarum jam dan unsur jarak (d) yang
diukur di antara dua titik yang bersangkutan.
Dibandingkan dengan pengukuran dengan koordinat siku-siku
keuntungan cara dengan koordinat polar ialah, pada satu kali kedudukan alat
pengukur sudut dapat ditentukan atau diukur banyak titik. Keuntungan lainnya
dengan cara ini ialah dimungkinkan pengukuran pada lapangan yang tidak datar.
Prinsip penentuan letak titik-titik dengan koordinat
polar ialah, bila misalnya seperti terlihat pada gambar 5.2 diatas diketahui
titik A yang telah memiliki koordinat (XA;YA), kemudian dari titik A tersebut
ditentukan letak titik P. Untuk menentukan letak titik P harus ditentukan
terlebih dahulu arah dari titik A ke
titik P dan agar letak titik P pada arah tersebut diketahui maka diperlukan
pengukuran jarak dari titik A ke
titik P tersebut.
Jika
suatu arah ditentukan dengan sudut jurusan yang;
– dimulai dari arah ke Utara geografis
– diputar dengan cara jalannya jarum jam
– diakhiri pada arah terhadap titik target yang
bersangkutan
Maka
untuk menentukan letak titik dari titik lainnya, diperlukan unsur-unsur;
–
Sudut Jurusan (a) / Azimuth
–
Jarak (d)
Sedangkan
bila pada titik A tersebut ditentukan pula titik B, maka dapat dipahami sudut
jurusan aAp
ditambahkan selisih sudut yang terbentuk dari arah AP dan AB. Sudut tersebut
dapat diberi tanda b sehingga dapat ditulis:
aAB =
aAp +
b
aBA =
aAB +
180o atau aBA -
aAB =
180o
Dengan
demikian unsur-unsur yang diperlukan menjadi;
–
Sudut Jurusan (a) / Azimuth
–
Jarak (d)
–
Sudut
antara dua arah (b)
Dengan
menggunakan besaran sudut jurusan dan jarak maka dapatlah ditentukan koordinat
titik P dan B berdasarkan koordinat titik A yaitu;
XP
= XA + DxAP
YP
= YA + DyAP
Dimana; DxAP = dAP
sin aAP
dan DyAP = dAP cos aAP
dan,
XB
= XA + DxAB
YB
= YA + DyAB
Dimana; DxAB
= dAB sin aAB
dan DyAB =
dAB cos aAB
Bila
mana koordinat-koordinat titik A dan B telah diketahui, maka dapat dengan mudah
ditentukan sebagai berikut;
1.
Sudut
Jurusan / Azimuth (aAB) dengan
persamaan;
2.
Jarak (dAB) dengan
persamaan trigonometri;
XB
– XA = dAB sin aAB dan YB – YA
= dAB cos aAB
Maka:
atau dengan Pythagoras;
Persamaan-persamaan tersebut menjadi rumus dasar untuk
mencari sudut jurusan dan jarak di dalam hitungan-hitungan
koordinat. Prinsip dasar perhitungan koordinat dapat dinyatakan pada 0o
sampai 360o di bagi ke dalam empat perhitungan kuadran. Fungsi
geometris sin, cos, tan dan cot (=1/tan) sudut yang sama besar pada
ke empat kuadran dapat dibedakan menurut tandanya (+, -) dan oleh co-fungsi pada kuadran II dan kuadran
IV, sebagai pengganti fungsi pada kuadran I dan kuadran III.
BAB III
Pelaksanaan
Praktikum
3.1 Pengukuran Koordinat Siku
Jenis Pekerjaan : Pengukuran Koordinat siku
No Job : 01/IUT/GEO-1/2013
Tanggal :
Lokasi : Di Belakang Gedung Akademik
Poliban.
Tujuan Kerja : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
Siap dioperasikan.
- Agar
dapat menentukan ukuran beda sudut dan
Dan membaca bacaan benang.
Langkah kerja :
Pengukura Koordinat siku dengan alat.
1. Tentukan titik yang akan di ukur.
2. Dirikan alat dan stel alat hingga siap dioperasikan (
Utara Nol set)
3. Arahkan teropong ketitik target awal, baca – bacaan
benang ( Ba – Bt- Bb)
Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Pindah alat ke titik
target awal, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
dioperasikan ( Utara Nol set)
5. Putar alat searah
jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal
dan sudut vertikalnya (lakukan
bacaan Frontside dan backside).
6. Pindah alat ke titik target kedua, Dirikan alat dan
stel alat hingga siap
dioperasikan ( Utara Nol set)
7. Putar alat searah
jarum jam dan arah kan ketitik target ketiga, baca bacaan
benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal
dan sudut vertikalnya (lakukan
bacaan Frontside dan backside).
8. Lakukan perkerjaan
seperti langkah No 6 dan 5 sampai perkerjaan selesai.
3.2 Pengukuran Pemotongan kemuka (
intersection)
Jenis Pekerjaan : Pengukuran sifat kemuka (
intersection)
No Job : 02/IUT/GEO-1/2013
Tanggal :
Lokasi : Di Belakang Gedung Akademik
Poliban.
Tujuan Kerja : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
Siap dioperasikan.
- Agar
dapat menentukan ukuran beda sudut dan
Dan membaca bacaan benang.
Langkah kerja :
1. Tentukan titik yang akan diukur
2. Dirikan alat dan stel hingga siap
dioperasikan (Utara nol set)
3. Putar alat searah jarum jam dan
arahkan ketitik target awal, baca – bacaan
benang (Ba - Bt - Bb), Sudut
horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik
target kedua, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan
sudut vertikalnya.
5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik
target kedua, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan
sudut vertikalnya.
3.3 Pengukuran Pemotongan Ke
Belakang (Resection)
Jenis
Pekerjaan : Pengukuran Sifat Ke
Belakang (Resection)
No Job : 03/IUT/GEO-1/2013
Tanggal :
Lokasi : Di Lapangan Basket dan Didepa
Gedung Serba Guna
Poliban
Tujuan Kerja : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
Siap dioperasikan.
- Agar
dapat menentukan ukuran beda sudut dan
Dan membaca bacaan benang.
Langkah Kerja :
1. Tentukan
titik yang akan di ukur.
2. Dirikan alat dan stel alat hingga siap dioperasikan (
Utara Nol set)
3. Arahkan teropong ketitik target awal, baca – bacaan
benang ( Ba – Bt- Bb)
Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Pindah alat ke titik
kedua, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
dioperasikan ( Utara Nol set)
5. Putar alat searah
jarum jam dan arah kan ketitik target awal, baca bacaan
benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal
dan sudut vertikalnya (lakukan
bacaan Frontside dan backside).
6. Pindah alat ke titik target ketiga, Dirikan alat dan
stel alat hingga siap
dioperasikan ( Utara Nol set)
7. Putar alat searah
jarum jam dan arah kan ketitik target awal, baca bacaan
benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal
dan sudut vertikalnya (lakukan
bacaan Frontside dan backside).
3.4
Pengukuran Sifat Polar
Jenis
Pekerjaan : Pengukuran Sifat
Polar
No Job : 04/IUT/GEO-1/2013
Tanggal :
Lokasi : Di Depan Gedung Serbaguna
Poliban
Tujuan Kerja : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
Siap dioperasikan.
- Agar
dapat menentukan ukuran beda sudut dan
Dan membaca bacaan benang.
Langkah Kerja :
1.
Tentukan titik yang akan diukur
2. Dirikan alat dan stel hingga siap
dioperasikan (Utara nol set)
3. Putar alat searah jarum jam dan
arahkan ketitik target awal, baca – bacaan
benang (Ba - Bt - Bb), Sudut
horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik
target kedua, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan
sudut vertikalnya.
5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik
target ketiga, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan
sudut vertikalnya.
6. Putar alat searah
jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
7. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik
target ketiga, baca bacaan
benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan
sudut vertikalnya.
BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1 Pengukuran Sipat Koordinat Siku
1. Cara untuk mengontrol bacaan
rambu =
Contoh :
2. Cara mencari jarak
Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
Contoh : 1.161 – 0,901 x
100 x sin 90°
= 26m
4.2 Pengukuran Pemotongan Ke Muka (
Intersection )
1.
Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
Contoh :
2. Cara mencari jarak
Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
Contoh : 1.585 – 1,545 x
100 x sin 90°
= 4m
4.3 Pengukuran Pemotongan Ke Belakang
( Resection )
1.
Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
Contoh :
2. Cara mencari jarak
Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
Contoh : 1.605 – 1,095 x
100 x sin 90°
= 5,1m
4.3 Pengukuran Sipat Polar
1.
Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
Contoh :
2. Cara mencari jarak
Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
Contoh : 1.318 – 0,998 x
100 x sin 90°
= 33m
BAB V
Penutup
5.1
KESIMPULAN
5.1.1 Koordinat siku
Dalam
melakukan pengukuran sifat koordinat siku dapat disimpulkan bahwa pengukuran
sifat koordinat siku adalah untuk membantu memepelajarai lebih dalam tentang
pembacaan frontside, backside, sudut dan azimuth
5.1.2 Pengukuran Pemotongan Ke Muka
(Intersection)
Dalam
melakukan pengukuran intersection dapat disimpulkan bahwa tujuan dari
pengukuran intersection adalah untuk mempermudah melakukan pengukuran karena
didalam pengukuran intersection terdapat 1 kali berdiri alat dan 3 kali
menembak ke arah rambu dititik yang berbeda dan dengan mudah memetakan suatu
wilayah atau area.
5.1.3 Pengukuran Pemotongan
Kebelakang (Resection)
Dalam
melakukan pengukuran resection dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengukuran
resection adalah untuk menentukan suatu koordinat agar lebih akurat karena
dalam pengukuran resection dilakukan 3 kali berdiri alat dan menembak kearah
rambu yang belum diketahui koordinatnya.
5.1.4 Pengukuran Sipat Polar
Dalam
melakukan pengukuran dilapangan dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengukuran
ini adalah untuk memetakan suatu areal atau lokasi dan keadaan dilapangan
secara detail sehingga dapat diketahui area tanah yang diukur. Melakukan
pengukuran luas dengan menggunakan referensi rambu ukur atau referensi tinggi
alat yang dihasilkan tidak terlalu jauh perbedaannya.
5.2
SARAN TEKNIS
1.
Dalam meletakkan rambu ukur sebaiknya
menggunakan nivo sehingga rambu ukur akan lebih tegak dan akan menghasilkan
data yang lebih akurat.
2.
Kerja sama antar kelompok sangat penting
dalam pekerjaan sehingga waktu pekerjaan akan lebih efisien.
3.
Gunakan peralatan Theodolite yang
ketelitiannya sesuai dengan jarak pengukuran yang akan dilakukan.
4.
Dalam meletakkan rambu ukur pada statif
harus tegak untuk itu sebaiknya menggunakan nivo kotak.
5.
Dalam melakukan pengukuran antara rambu
ukur (slag), keadaan rambu ukur pada titik yang aka diukur tidak bisa dirubah
sebelum selesai pengukuran muka dan belakang, karena akan mempengaruhi hasil
pengukuran. sedangkan Theodolite dapat ditempatkan tidak harus segaris lurus dengan
antara rambu ukur.
6.
Pada tanah yang lembek sebaiknya rmbu
ukur pakai sepatu rambu.
7.
Setiap pada pembidikan rambu ukur tinggi
patok juga harus diukur.
8.
Jika persediaan alat hanya mampu
membidik sekitar 100m sebaiknya jarak antara alat dan rambu ukur tidak terlalu
jauh karena hanya mempengaruhi hasil pengukuran.
9.
sebaiknya saat memasang rambu
diperhatikan jarak dan letaknya terhadap Theodolite.
Daftar
Pustaka
Sobatnu, Ferry. 2013. Diktat/ Catatan Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah 1. Banjarmasin
Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press
Laporan Praktikum Teknik Geodesi Angkatan 2006.
0 komentar:
Posting Komentar