This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 25 Februari 2016

Laporan Praktek Ilmu Ukur Tanah 1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              LATAR BELAKANG
Dalam mata kuliah Ilmu Ukur Tanah I ini, dapat dipelajari tentang pengukuran situasi dengan menggunakan metode yang bermacam-macam. Pengukuran ini didasarkan atas kedudukan gelembung Nivo.
Dalam laporan ini dijelaskan/diterangkan tentang beberapa metode yang biasa digunakan dalam metode pengukuran menggunakan theodolite dilapangan. Untuk memperoleh tingkat ketelitian yang tinggi dalam pengukuran situasi, maka dilakukan pengukuran situasi dengan pengukuran theodolite. Pengukuran situasi sangat diperlukan dalam berbagai macam perencanaan, antara lain: perencanaan bangunan, jalan, jembatan, sungai, irigasi, dll.
1.2              MAKSUD DAN TUJUAN
1.      Adapun maksud dan tujuan dilakukannya praktikum adalah antara lain:
2.      Untuk mengetahui sejauh mana para mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dari dosen pengajar dengan mempraktekkannya langsung dilapangan.
3.      Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam melakukan kerja dilapangan pada saat menghadapi suatu masalah yang terjadi dilapangan.
4.      Melatih para mahasiswa agar terampil dan mampu melakukan pengukuran dilapangan, dan mengetahui system kerja orang lapangan.
5.      Melatih mahasiswa agar terampil dalam pengoperasian theodolite, serta terampil dalam pengolahan data dan penggambaran.
6.      melatih kekompakkan dalam sesame anggota tim dalam melaksanakan praktek dilapangan.
7.      Untuk memperoleh gambaran dari suatu daerah tertentu, dari hasil pengukuran melalui bidang datar dengan skala dan system proyeksi.




1.3              RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Dalam penulisan laporan ini, penulis membatasi masalah yang berhubungan langsung dengan praktikum pengukuran situasi. Adapun pelaksanaan praktikum yang dilaksanakan dilapangan menggunakan berbagai macam metode, antara lain:
a.       Pengukuran Koordinat Siku (Frontside dan Backside)
b.      Intersection (Pengukuran Kemuka)
c.       Resection (Pengukuran Kebelakang)
d.      Polar

1.4              PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1.4.1        Studi Literature
Dalam penulisan laporan ini diperlukan beberapa literature sebagai dasar acuan yang dapat digunakan untuk pelaksanaan praktikum dilapangan dan kesempurnaan penulisan laporan ini. Literature yang dipakai bersumber dari beberapa buku yang ada hubungannya dengan penulisan laporan dan pengukuran situasi dengan menggunakan theodolite.
1.4.2        Studi Lapangan
Kegiatan praktikum Ilmu Ukur Tanah I yang dilaksanakan selama satu semester, yaitu pada semester I, praktikum dilaksanakan disekitar lingkungan Politeknik Negeri Banjarmasin. Pembuatan laporan berdasarkan hasil studi literature dan pengukuran dilapangan dengan pengambilan data dan hasil pengukuran dilapangan. Dari data yang didapat dari hasil pengukuran tersebut dihitung dan dilakukan penggambaran.
1.5              KESELAMATAN KERJA
Dalam melaksanakan praktikum harus selalu memperhatikan keselamatan kerja. Berikut ini keselamatan kerja yang harus dipatuhi dan dijalankan, antara lain:
a.       Berdoa sebelum melaksanakan praktikum
b.      Mengecek kelengkapan alat sebelum dibawa ke lapangan
c.       Lindungi alat dari panas dan hujan, serta letakkan alat ditempat yang aman
d.      Berhati-hatilah dalam penggunaan alat
e.       Periksa kelengkapan alat sebelum dikembalikan
f.       Kembalikan alat ke tempat semula dengan rapi dan bersih, serta lengkap
g.      Melakukan praktikum sesuai dengan instruksi yang disampaikan oleh dosen pengajar

1.6              PERALATAN DAN BAHAN
1.      Theodolite + Statif
2.      Rambu Ukur
3.      Data Board
4.      Paku Payung + Palu
5.      Payung
6.      Roll Meter

1.7              ANGGOTA KELOMPOK


a.       Reza Yudistia Rakhman
b.      Ayu Rusmaida
c.       Deki Purnawijaya
d.      Mahfuzah Hidayati
e.       M. Ifka Fitri

f.       M. Najmul Falah
g.      M. Kudori
h.      Nandang Bhakti Hernanda
i.        Siti Hamidah
j.        Basuki Rachmat











BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENGUKURAN SITUASI
            Pengukuran situasi adalah serangkaian pengukuran suatu daerah dengan cara menentukan objek-objek penting berdasarkan unsur sudut dan jarak dalam jumlah yang cukup, sehingga dapat mewakili atau menggambarkan daerah tersebut dan seisinya sejelas mungkin dengan skala tertentu.
            Prinsip pengukuran dalam hal ini adalah dengan system koordinat. Jenis pengukuran menggunakan alat sederhana seperti, jalon, pita ukur, pen ukur, penta prisma, dan kompas pada umumnya dilakukan untuk pemetaan daerah-daerah yang kecil diantaranya, pengukuran bidang tanah (persil), pembagian petak sawah, dan pembuatan jalur sederhana pada perkebunan. Adapun cara yang kita pakai pada praktikum kali ini adalah dengan koordinat siku, intersection, resection, dan polar.
Pemetaan dari suatu lokasi/daerah mencakup penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran. Pengukuran dilakukan terhadap semua benda/titik-titik benda baik buatan manusia maupun ciptaan tuhan. Pengukuran horizontal dan vertikal serta detail disebut juga pengukuran situasi.
Maksud pengukuran situasi/pemetaan adalah untuk memindahkan bayangan dari sebagian atau seluruh permukaan bumi yang tidak teratur ke atas suatu bidang datar yang dinamakan peta. Pada pengukuran situasi, data-data situasi lapangan harus dapat digambarkan pada bidang datar dengan skala tertentu yang dapat mencerminkan bayangan horizontal dan vertikal dari daerah tersebut. Detail situasi yang perlu diamati dan dipetakan adalah:
·                    Unsur Buatan Alam: Garis pantai,danau dan batas rawa, batas tebing, batas
hutan.
·                     Unsur Buatan Manusia: Bangunan, batas sawah, batas kepemilikan tanah, irigasi
Dalam pengukuran ini alat yang digunakan adalah alat ukur Theodolite. Theodolite atau Teodolit adalah instrumen yang dirancang guna pengukuran sudut, yaitu sudut-sudut mendatar dan sudut tegak. Konstruksi instrumen theodolite ini secara mendasar dibagi dalam tiga bagian, seperti terlihat pada gambar berikut;
Gambar 3.1: Konstruksi dasar theodolite
Keterangan:
           i.           Bagian bawah ditunjukan dengan arsiran
          ii.          Bagian tengah ditunjukan dengan warna hitam
         iii.         Bagian atas ditunjukan dengan warna putih

1.        Bagian bawah, terdiri dari pelat dasar dengan tiga sekrup penyetel yang menyanggah suatu tabung sumbu dan pelat mendatar berbentuk lingkaran. Pada tepi lingkaran ini dibuat pengunci limbus





2.        Bagian tengah, terdiri dari suatu sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung dan diletakan pada bagian bawah. Sumbu ini adalah sumbu tegak atau sumbu kesatu. Diatas sumbu kesatu diletakan lagi suatu pelat yang berbentuk lingkaran dan mempunyai jari-jari yang lebih kecil dari pada jari-jari pelat pada bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca nonius. Di atas pelat nonius ini ditempatkan dua kaki yang menjadi penyanggah sumbu mendatar atau sumbu kedua dan suatu nivo tabung diletakan untuk membuat sumbu kesatu tegaklurus.
Lingkaran mendatar dibuat dari kaca dengan garis-garis pembagian skala dan angka digoreskan dipermukaannya. Garis-garis tersebut amat tipis dan lebih jelas tajam bila dibandingkan hasil goresan pada logam. Lingkaran dibagi dalam derajat sexagesimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 360o atau dalam grades sentisimal yaitu satu lingkaran penuh dibagi dalam 400g.
3.        Bagian atas, terdiri dari sumbu kedua yang diletakan diatas kaki penyanggah sumbu kedua. Pada sumbu kedua diletakan suatu teropong yang mempunyai diafragma dan dengan demikian mempunyai garis bidik. Pada sumbu kedua ini pula diletakan pelat yang berbentuk lingkaran tegak sama seperti pelat lingkaran mendatar.

Sistem yang berlaku pada ketiga bagian dalam theodolite adalah sebagai berikut;

Sumbu Kesatu
Tegak
Sumbu Optis
Sumbu Kedua
mendatar
Lingkaran Vertikal
Lingkaran
Horisontal (Hz)

Syarat Theodolite
      Syarat pertama yang harus dipenuhi adalah sumbu kesatu benar-benar tegak/vertikal. Jika sumbu kesatu miring, maka lingkaran skala mendatar tidak lagi mendatar. Dan ini berarti sudut yang diukur bukan lagi sudut mendatar.
      Syarat kedua adalah sumbu kedua harus benar-benar mendatar, jika sumbu kesatu sudah benar-benar tegak, maka dapat dikatakan sumbu kedua ini tegaklurus sumbu kesatu.
      Syarat ketiga adalah garis bidik harus tegaklurus sumbu kedua/mendatar.
      Syarat keempat adalah tidak adanya salah indeks pada skala lingkaran kesatu. Salah indeks disebabkan tidak tepatnya indeks pada bacaan 0.
Macam Theodolite
Dari konstruksi dan cara pengukuran, dikenal dua macam theodolite:
1.      Theodolite Reiterasi
2.      Theodolite Repetisi
Theodolite Reiterasi
Pada theodolite reiterasi, pelat lingkaran skala mendatar menjadi satu dengan pelat lingkaran nonius dan tabung sumbu pada kiap, sehingga lingkaran mendatar bersipat tetap. Pada jenis ini tidak terdapat sekrup pengunci pelat nonius.
Theodolite Repetisi
Pada theodolite repetisi, pelat lingkaran skala mendatar ditempatkan sedemikian rupa, sehingga pelat ini dapat berputar sendiri dengan tabung poros sebagai sumbu putar. Pada jenis ini terdapat sekrup lingkaran mendatar dan sekrup nonius.

Theodolite Elektro Optis
Dari konstruksi mekanismenya sistem susunan lingkaran sudutnya antara theodolite optis (manual) dengan theodolite elektro optis sama. Akan tetapi mikroskop pada pembacaan skala lingkaran tidak menggunakan sistem lensa dan prisma lagi, melainkan menggunakan sistem sensor.
Sensor ini bekerja sebagai elektro optis model (alat penerima gelombang elektromagnetis). Hasil pertama sistem analog dan kemudian harus ditransfer ke sistem angka digital. Proses perhitungan secara otomatis akan ditampilkan pada layer (LCD) dalam angka decimal
2.2 KOORDINAT SIKU
Sistem koordinat siku-siku mengandung unsur absis (Dx) yang bergerak sepanjang sumbu X dan unsur ordinat (Dy) yang bergerak sepanjang sumbu Y [Sinaga I ’97].
Pada cara ini semua titik yang diperlukan untuk membuat gambaran dari lapangan di proyeksikan siku atau tegak lurus terhadap garis ukur yang dibuat sedemikian rupa. Garis ukur ini dapat dipahami sebagai garis basis pengukuran di lapangan. Dalam perencanaan garis basis pengukuran, usahakan dibuat memanjang terhadap daerah yang diukur. Hal ini dimungkinkan bila terlebih dahulu dilakukan orientasi awal pada lapangan.
Sebagai contoh tinjau gambar 3.1 akan dilakukan pengukuran sebidang tanah yang dibatasi oleh titik 1,2,3,4 dan 5. Di dalam bidang tanah tersebut terdapat sebuah bangunan yang ditandai dengan titik a,b dan c. Pertama-tama buatlah sketsa situasi dari lapangan sehingga dari sketsa tersebut dapat dilakukan perencanaan letak garis basis AB. Tancapkan Jalon pada titik A dan B sebagai acuan, kemudian pasang pula jalon pada titik-titik batas bidang tanah dan titik-titik pada sudut bangunan. Jika jumlah jalon yang dimiliki terbatas, pemberian tanda dilapangan dapat menggunakan pen atau patok kayu. Tentu yang dimaksud disini agar pengukuran memdapatkan hasil yang baik, maka sebaiknya jumlah jalon minimal 3 buah.
Tahap berikutnya ialah memproyeksikan posisi titik-titik detail yang telah ditentukan terhadap garis basis AB. Cara memproyeksikannya adalah menggunakan prisma atau cermin sudut dan unting-unting atau tongkat prisma yang dilengkapi nivo kotak. Untuk mendapatkan titik-titik proyeksi seperti 1’,2’,3’,4’,5’ dan a’,b’,c’, maka orang yang mengukur dengan prisma bergerak pada ruas garis AB dan menghadap titik-titik yang akan di proyeksikan, sehingga letak titik proyeksi di bawah prisma tegak lurus terhadap garis basis. Ini dibuktikan bila salah satu jalon pada titik detail terlihat pada prisma telah berimpit dengan jalon A dan B. Setelah semua titik proyeksi ditentukan, maka tahap berikutnya adalah mengukur jarak antar titik tersebut.
Dalam hal ini garis basis AB diasumsikan sebagai sumbu X (absis) sedangkan garis yang menghubungkan titik detail dengan titik proyeksi sebagai sumbu Y (ordinat) dengan titik 0 (nol) adalah titik A. Semua titik-titik proyeksi di ukur jaraknya dari titik A = 0,0 sepanjang sumbu X (absis) mengarah ke titik B. Sedangkan letak titik-titik detail di ukur jaraknya dengan titik proyeksi dari garis basis AB. Penulisan angka-angka yang menyatakan hasil ukuran jarak di tulis tegak lurus dengan garis basis pengukuran dan ukuran jarak titik-titik proyeksi pada sumbu X di tulis di samping titik yang bersangkutan. Sedangkan jarak pada sisi-sisi bangunan, batas tanah dapat di tulis mengikuti arah garis yang bersangkutan. Untuk jarak terakhir pada garis basis diberi dua garis di bawahnya.





2.3 PEMOTONGAN KE MUKA  (INTERSECTION)

Pada cara pemotongan ke muka titik yang akan ditentukan Posisinya (titik
C) diamati dari dua buah tempat (A dan B) yang masing - masing telah diketahui koordinatnya dan dapat saling terlihat, sehingga dari titik A dan titik B dapat dilakukan pengukuran sudut CAB dan sudut CBA, atau azimut AC dan azirnut BC. Jadi posisi C lupat dihitung dengan metode perpotongan sudut, metode Perpotongan sudut, metode perpotongan  azimut dan metode jarak dan arah atau azimut


2.3.1 Metode Perpotongan Sudut

Misal pada gambar di bawah, titik C akan ditentukan posisinya dari titik A (XA, YA) dan B (XB, YB,). Dari titik A dilakukan pengukuran sudut a dan dari titik B diukur sudut b. Buat garis dari titik C pemotong tegak lurus AB di D, dan dari A dan C tarik garis sejajar surnbu X, sehingga berpotongan dengan garis yang sejajar sumbu Y melalui B dan D, masing-masing di E dan F.

           








Misal CD = r
AD = p = r ctg a
BD = q = r ctg b
AB = c = p + q = r (ctg a + ctg b)



Sudut FDC = sudut BAE = q
= sin q

CF   _   BE
CD       AB 
= cos q
FD       AE
CD      AB

Dari persamaan diatas kita dapatkan :
XA – XP         YB – YA                                                                                                (1)
      r                     c
dan :

YC – YD           XA – XB                                                                                  (2)
      r                       c

Dari Gambar 1, harga Xd dan Yd dengan perbandingan seharga garis AB didapat :

XA – XP          XA – XB    dan    YD – YA           YB – YA
      p                     c                          p                       c

dengan mensubsitusikan harga p,c, Xd pada persamaan (1) dan (2) didapat :

            XC         XA ctg b + Xb ctg a + YA + YB
                                        ctg a + ctg b
                                                                                                                        (3)
           
YC         YA ctg b + Yb ctg a + XA + XB
                            ctg a + ctg b

Rumus tersebut hanya berlaku jika titik C terletak disebelah kanan AB, atau urutan A,B,C searah putaran jarum jam. Apabila urutan ketiga titik tersebut tidak demikian, maka harus ditukar sehingga memenuhi aturan diatas.


2.3.2 Metode Perpotongan Azimut

            Pada gambar 2, titik C akan dihitung posisisnya dari tititk A dan tititk B yang masing – masing diketahui koordinatnya. Adapun data ukuran adalah azimut
AC = aAC dan azimuth BC =  aBC










Buat garis pertolongan melalui C sejajar sumbu X, dan melalui A dan B sejajar sumbu Y sehingga berpotongan di G dan F, dari gambar diatas akan didapat :


= tgaAC
CF         XC – XA                                                                                             (1)
FA        YC – YA


= tgabc
CG         Xc – Xb                                                                                            (2)
FA         Yc – Yb

Dari padanya akan mendapatkan :
Xc  = Xa + (Yc -  Ya) tgac
       = Xb + (Yc – Yb) tgAB

Dengan dua buah ksamaan diatas untuk Xc, dan menjadikan Yc pada ruas kiri maka akan didapatkan persamaan sebagai rumus metode ini :

Yc          Ya tgaac - Yb tgabc + Xa + Xb
tgaac + tgabc                                                                         (3)

Xc = Xa + (Yc – Ya) tgaab
      = Xb + (Yc – Yb) tgabc  

Apabila persamaan (1) dan (2) dibalik, akan medapatkan juga :


Xc          Xa ctgaac - Xb ctgabc + Ya + Yb
ctgaac + ctgabc                                                                      (4)

Yc = Ya + (Xc – Xa) ctgaac

            Rumus tersebut digunakan secara berpasangan. Rumus (3) menggunakan pasangan tangent (tg) sedangkan rumus (4) menggunakan cotangent (ctg). Penggunakan atau pemeluhaaan nya tergantung dari harga “penyebut” dari rumus tersebut. Apabila azimutnya ada yang mendekati 0°   atau 180°, digunakan rumus tangent dan apa bila mendekati 90° atau 270° gunakan rumus cotangent.

2.3.3 Metode Jarak dan Sudut Arah
           
            Titik P akan ditentukan koordinatnya dengar permotongan kemuka dari A dan B yang kedua -  duanya diketahui koordinatnya. Theodolit dititik A untuk membikik titik P dan B, selanjutnya masing – masing lingkaran horizontalnya dibaca untuk menentukan sudut PAB (a), kemudian alat dipindahkan ke titik B bidik titik A dan P untuk mendapatkan besar sudut ABP (b). adapun langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :













1. Terlebih dahulu ditentukan sudut jurusan dan jarak sebagai dasar perhitungannya,
    yaitu :

    tgaab = (Xb – Xa) : (Yb – Ya)

    dab = (Xb – Xa) : sin aab
            = (Yb – Ya) : cos aab

2. Titik P diikat dari titik A

Dari gambar dapat dilihat bahwa a ap = aab - a dan dengan menggunakan rumus sinus dalam segitiga ABP didapat :
dap : sinb = dab : sin {180° - (a + b)}
. sin b = m sin b
atau
dap            dab
             sin(a + b)


setelah aap dan dap diketahui, maka :
                   Xp = Xa + dap sin aap
                   Yp = Ya + dap cos aap

3. Titik P diikat dari titik B
                       
Dengan rumus sinus dalam segitiga ABP didapat :
                  

Selanjutnya dapat ditentukan koordinat P dengan :
Dari dua perhitungan diatas, dapat dua koordinat titik P, yang kemudian dirata – rata.


2.4 PEMOTONGAN KE BELAKANG (RESECTION)

            Pada penentuan koordinat pada sebuah titik dengan cara pemotongan kebelakang (Resection), alat ukur didirikan dititik yang akan ditentukan posisinya. Selanjutnya alat ukur digunakan untuk mengamati titik titik tetap yang telah diketahui koordinatya sehingga titik ikat yang diperlukan tidak cukup 2 buah tetapi minimal 3 buah. Pada cara pemotongan kebelakang, ada 2 cara perhitungan :
1. Cara Collins
2. Cara Cassini



2.4.1 Cara Collins
            Titik P diikat kebelakang pada titik A, B, C yang masing masing telah diketahui koordinatnya. Collins mengambil penolong dengan membuat lingkaran melalui A, B dan P. Selanjutnya titik P dihubungkan dengan C, dan garis PC dimisalkan memotong lingkaran dititik H yg dinamakan, titik penolong Collins. Dari titik H sebagai titik penolong akan ditentukan sebagai titik yang akan ditentukan posisi titik yang dicari

















            Untuk menentukan koordinat titik H tarik garis AH dan BH. Maka sudut BAH = b, dan sudut ABH sebagai sudut segiempat tali busur dalam lingkaran = 180° - (a - b). Dengan demikian sudut sudut pada titik ikat A dan B diketahui, dan titik H ditentukan koordintnya dengan pemotongan kemuka dari A dan B.

            Langkah berikutnya adalah menentukan Posisi P. Untuk itu akan ditinjau apakah P dapat dihitung dengan cara pemotongan kemuka. Agar titik P dapat dihitung posisinya dengan cara pemotongan kemuka dari A dan B, maka harus diketahui sudut BAP dan ABP.

            Sudut ABP akan dapat dihitung bila sudut BAP = g . Sudut g menjadi sudut segiempat tali busur, maka g = sudut BHC = aBC - aHB. Karena H dan C telah diketahui koordinatnya, maka aHC dapat dihitung dengan cara arctg {(XC - XH ) : ( YC – YH)}.

            aBH telah diketahui pada waktu mehitung titik H dan aHB = aBH - 180° ;
maka
g = aHC - aHB = aHC – (aBH - 180°)
Sudut ABP = 180° - (a + g)

            Sekarang dengan diketahuinya sudut BAP dan ABP maka koordinat titik P dapat dihitung dengan cara pemotongan kemuka dari titik A dan B. Sehingga dapat disimpulkan cara Collins untuk pemotongan kebelakang dikembalikan perhitungan pemotongan kemuka dua kali, yakni sekali untuk titik H dan keduanya untuk titik P sendiri.
            Langkah – langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
















2.4.2 Cara Cassini
           
            Pada cara cassini diperlukan dua tempat kedudukan untuk menentukan posisi titik P yang diikat pada titik A, B, dan C. Cassini membuat garis melalui A tegak lurus AB dan garis ini memotong tempat kedudukan yang melalui A dan B dititik R. Demikian pula, dibuat garis lurus melalui titik C dari tegak lurus pada BC dititik S. Selanjutnya hubungan R dan P dan S dengan P. Karena sudut BAR = 90°, maka garis BR menjadi garis setengah lingkaran, hingga sudut BPR = 90° pula. BS juga merupakan garis tengah lingkaran, sehingga sudut BPS = 90°. Karena sudut BPR = 90° dan sudut BPS 90°, maka titik R, P, S akan terletak satu garis lurus. Titik - titik R dan S dinamakan titik penolong cassini.
 













            Lebih dulu akan dicari titik koordinat penolong cassini R dan S supaya dapat dihitung sudut jurusan garis RS. Karena BP tegak lurus RS, didapat pula sudut jurusan PB, dan kemudian sudut jurusan BP digunakan untuk menghitung koordinat P sendiri dari titik B. langkah perhitungannya sebagai berikut :
1. Hitung koordinat titik R dengan segitiga BRA yang siku – siku diA, maka
AR = AB cotg a dan aAR = aAB - 90°.
2. Hitung koordinat titik S dengan segitiga BSC yang siku – siku diC, maka
CS = CB cotg b dan aCS = aBC + 90°.
3. Setelah R dan S didapat, maka dapat ditentukan jurusan RS. Kemudian dihitung koordinat titik P dengan Rumus :

   )

 )


Disini :
n = tg aRS

                Pemotongan kemuka dan pemotongan kebelakang pada umunya hanya digunakan untuk penambahan dari titik control yang ditentukan dengan metode polygon atau yang lain, yang dirasa masih kurang. Apabila penambahan titik control tersebut cukup banyak, maka cara ini menjadi tidak ekonomis karena membutuhkan waktu yang agak lama, baik dalam pengukuran dan perhitungannya.

2.5 PENGUKURAN SIFAT POLAR
            Sistem koordinat polar dinyatakan dengan unsur sudut (a) yang diukur dari sumbu Y positip (utara) searah putaran jarum jam dan unsur jarak (d) yang diukur di antara dua titik yang bersangkutan.

Dibandingkan dengan pengukuran dengan koordinat siku-siku keuntungan cara dengan koordinat polar ialah, pada satu kali kedudukan alat pengukur sudut dapat ditentukan atau diukur banyak titik. Keuntungan lainnya dengan cara ini ialah dimungkinkan pengukuran pada lapangan yang tidak datar.
Prinsip penentuan letak titik-titik dengan koordinat polar ialah, bila misalnya seperti terlihat pada gambar 5.2 diatas diketahui titik A yang telah memiliki koordinat (XA;YA), kemudian dari titik A tersebut ditentukan letak titik P. Untuk menentukan letak titik P harus ditentukan terlebih dahulu arah dari titik A ke titik P dan agar letak titik P pada arah tersebut diketahui maka diperlukan pengukuran jarak dari titik A ke titik P tersebut.
Jika suatu arah ditentukan dengan sudut jurusan yang;
      dimulai dari arah ke Utara geografis
      diputar dengan cara jalannya jarum jam
      diakhiri pada arah terhadap titik target yang bersangkutan
Maka untuk menentukan letak titik dari titik lainnya, diperlukan unsur-unsur;
      Sudut Jurusan (a) / Azimuth
      Jarak (d)

Sedangkan bila pada titik A tersebut ditentukan pula titik B, maka dapat dipahami sudut jurusan aAp ditambahkan selisih sudut yang terbentuk dari arah AP dan AB. Sudut tersebut dapat diberi tanda b sehingga dapat ditulis:
aAB = aAp + b  
aBA = aAB + 180o atau aBA - aAB = 180o
Dengan demikian unsur-unsur yang diperlukan menjadi;
      Sudut Jurusan (a) / Azimuth
      Jarak (d)
      Sudut antara dua arah (b)

Dengan menggunakan besaran sudut jurusan dan jarak maka dapatlah ditentukan koordinat titik P dan B berdasarkan koordinat titik A yaitu;
XP = XA + DxAP
YP = YA + DyAP                                                     
Dimana;  DxAP = dAP sin aAP dan DyAP = dAP cos aAP
dan,
XB = XA + DxAB
YB = YA + DyAB
Dimana;  DxAB = dAB sin aAB dan DyAB = dAB cos aAB

Bila mana koordinat-koordinat titik A dan B telah diketahui, maka dapat dengan mudah ditentukan sebagai berikut;
1.       Sudut Jurusan / Azimuth (aAB) dengan persamaan;
2.       Jarak (dAB) dengan persamaan trigonometri;
XB – XA = dAB sin aAB dan YB – YA = dAB cos aAB
Maka:  
atau dengan Pythagoras;  

Persamaan-persamaan tersebut menjadi rumus dasar untuk mencari sudut jurusan dan jarak di dalam hitungan-hitungan koordinat. Prinsip dasar perhitungan koordinat dapat dinyatakan pada 0o sampai 360o di bagi ke dalam empat perhitungan kuadran. Fungsi geometris sin, cos, tan dan cot (=1/tan) sudut yang sama besar pada ke empat kuadran dapat dibedakan menurut tandanya (+, -) dan oleh co-fungsi pada kuadran II dan kuadran IV, sebagai pengganti fungsi pada kuadran I dan kuadran III.








BAB III
Pelaksanaan Praktikum

3.1 Pengukuran Koordinat Siku

            Jenis Pekerjaan            : Pengukuran Koordinat siku
            No Job                         : 01/IUT/GEO-1/2013
            Tanggal                       :
            Lokasi                                     : Di Belakang Gedung Akademik Poliban.
            Tujuan Kerja               : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
                                                     Siap dioperasikan.
                                                  -  Agar dapat menentukan ukuran beda sudut dan
                                                      Dan membaca bacaan benang.

            Langkah kerja             : Pengukura Koordinat siku dengan alat.
            1. Tentukan titik yang akan di ukur.
            2. Dirikan alat dan stel alat hingga siap dioperasikan ( Utara Nol set)
            3. Arahkan teropong ketitik target awal, baca – bacaan benang ( Ba – Bt- Bb)
    Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Pindah alat ke titik target awal, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
    dioperasikan ( Utara Nol set)
5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
    benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya (lakukan
    bacaan Frontside dan backside).
            6. Pindah alat ke titik target kedua, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
    dioperasikan ( Utara Nol set)
7. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target ketiga, baca bacaan
    benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya (lakukan
    bacaan Frontside dan backside).
8. Lakukan perkerjaan seperti langkah No 6 dan 5 sampai perkerjaan selesai.


3.2 Pengukuran Pemotongan kemuka ( intersection)
           
            Jenis Pekerjaan            : Pengukuran sifat kemuka ( intersection)
            No Job                         : 02/IUT/GEO-1/2013
            Tanggal                       :
            Lokasi                                     : Di Belakang Gedung Akademik Poliban.
            Tujuan Kerja               : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
                                                     Siap dioperasikan.
                                                  -  Agar dapat menentukan ukuran beda sudut dan
                                                      Dan membaca bacaan benang.

            Langkah kerja                          :
            1. Tentukan titik yang akan diukur
            2. Dirikan alat dan stel hingga siap dioperasikan (Utara nol set)
            3. Putar alat searah jarum jam dan arahkan ketitik target awal, baca – bacaan
                benang (Ba -  Bt - Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
            4. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
            5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.


3.3 Pengukuran Pemotongan Ke Belakang (Resection)
           
            Jenis Pekerjaan            : Pengukuran Sifat Ke Belakang (Resection)
            No Job                         : 03/IUT/GEO-1/2013
            Tanggal                       :
            Lokasi                                     : Di Lapangan Basket dan Didepa Gedung Serba Guna
                                                  Poliban
            Tujuan Kerja               : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
                                                     Siap dioperasikan.
                                                  -  Agar dapat menentukan ukuran beda sudut dan
                                                      Dan membaca bacaan benang.
           
            Langkah Kerja :
            1. Tentukan titik yang akan di ukur.
            2. Dirikan alat dan stel alat hingga siap dioperasikan ( Utara Nol set)
            3. Arahkan teropong ketitik target awal, baca – bacaan benang ( Ba – Bt- Bb)
    Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
4. Pindah alat ke titik kedua, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
    dioperasikan ( Utara Nol set)
5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target awal, baca bacaan
    benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya (lakukan
    bacaan Frontside dan backside).
            6. Pindah alat ke titik target ketiga, Dirikan alat dan stel alat hingga siap
    dioperasikan ( Utara Nol set)
7. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target awal, baca bacaan
    benagnya (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya (lakukan
    bacaan Frontside dan backside).


3.4 Pengukuran Sifat Polar

            Jenis Pekerjaan            : Pengukuran Sifat Polar
            No Job                         : 04/IUT/GEO-1/2013
            Tanggal                       :
            Lokasi                                     : Di Depan Gedung Serbaguna Poliban
            Tujuan Kerja               : - Terampil dalam menggunakan alat theodolit hingga
                                                     Siap dioperasikan.
                                                  -  Agar dapat menentukan ukuran beda sudut dan
                                                      Dan membaca bacaan benang.

Langkah Kerja :
1. Tentukan titik yang akan diukur
            2. Dirikan alat dan stel hingga siap dioperasikan (Utara nol set)
            3. Putar alat searah jarum jam dan arahkan ketitik target awal, baca – bacaan
                benang (Ba -  Bt - Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
            4. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
            5. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target ketiga, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
6. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target kedua, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.
            7. Putar alat searah jarum jam dan arah kan ketitik target ketiga, baca bacaan
    benang (Ba – Bt – Bb), Sudut horizontal dan sudut vertikalnya.







BAB IV
Hasil dan Pembahasan

4.1 Pengukuran Sipat Koordinat Siku

            1. Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
            Contoh :
2. Cara mencari jarak Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
                       
                        Contoh : 1.161 – 0,901 x 100 x sin 90°
                                       = 26m

4.2 Pengukuran Pemotongan Ke Muka ( Intersection )
           
            1. Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
            Contoh :

2. Cara mencari jarak Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
           
                        Contoh : 1.585 – 1,545 x 100 x sin 90°
                                       = 4m


4.3 Pengukuran Pemotongan Ke Belakang ( Resection )
           
            1. Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
            Contoh :

2. Cara mencari jarak Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
           
                        Contoh : 1.605 – 1,095 x 100 x sin 90°

                                       = 5,1m

4.3 Pengukuran Sipat Polar
           
            1. Cara untuk mengontrol bacaan rambu =
            Contoh :

2. Cara mencari jarak Optis : (Ba – Bb) x 100 x sin vertical
           
                        Contoh : 1.318 – 0,998 x 100 x sin 90°
                                       = 33m




























BAB V
Penutup
5.1 KESIMPULAN
5.1.1 Koordinat siku
                        Dalam melakukan pengukuran sifat koordinat siku dapat disimpulkan bahwa pengukuran sifat koordinat siku adalah untuk membantu memepelajarai lebih dalam tentang pembacaan frontside, backside, sudut dan azimuth
5.1.2 Pengukuran Pemotongan Ke Muka (Intersection)
                        Dalam melakukan pengukuran intersection dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengukuran intersection adalah untuk mempermudah melakukan pengukuran karena didalam pengukuran intersection terdapat 1 kali berdiri alat dan 3 kali menembak ke arah rambu dititik yang berbeda dan dengan mudah memetakan suatu wilayah atau area.
5.1.3 Pengukuran Pemotongan Kebelakang (Resection)
                        Dalam melakukan pengukuran resection dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengukuran resection adalah untuk menentukan suatu koordinat agar lebih akurat karena dalam pengukuran resection dilakukan 3 kali berdiri alat dan menembak kearah rambu yang belum diketahui koordinatnya.
5.1.4 Pengukuran Sipat Polar
                        Dalam melakukan pengukuran dilapangan dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pengukuran ini adalah untuk memetakan suatu areal atau lokasi dan keadaan dilapangan secara detail sehingga dapat diketahui area tanah yang diukur. Melakukan pengukuran luas dengan menggunakan referensi rambu ukur atau referensi tinggi alat yang dihasilkan tidak terlalu jauh perbedaannya.
5.2 SARAN TEKNIS
1.      Dalam meletakkan rambu ukur sebaiknya menggunakan nivo sehingga rambu ukur akan lebih tegak dan akan menghasilkan data yang lebih akurat.
2.      Kerja sama antar kelompok sangat penting dalam pekerjaan sehingga waktu pekerjaan akan lebih efisien.
3.      Gunakan peralatan Theodolite yang ketelitiannya sesuai dengan jarak pengukuran yang akan dilakukan.
4.      Dalam meletakkan rambu ukur pada statif harus tegak untuk itu sebaiknya menggunakan nivo kotak.
5.      Dalam melakukan pengukuran antara rambu ukur (slag), keadaan rambu ukur pada titik yang aka diukur tidak bisa dirubah sebelum selesai pengukuran muka dan belakang, karena akan mempengaruhi hasil pengukuran. sedangkan Theodolite dapat ditempatkan tidak harus segaris lurus dengan antara rambu ukur.
6.      Pada tanah yang lembek sebaiknya rmbu ukur pakai sepatu rambu.
7.      Setiap pada pembidikan rambu ukur tinggi patok juga harus diukur.
8.      Jika persediaan alat hanya mampu membidik sekitar 100m sebaiknya jarak antara alat dan rambu ukur tidak terlalu jauh karena hanya mempengaruhi hasil pengukuran.
9.      sebaiknya saat memasang rambu diperhatikan jarak dan letaknya terhadap Theodolite.






Daftar Pustaka

Sobatnu, Ferry. 2013. Diktat/ Catatan Mata Kuliah Ilmu Ukur Tanah 1. Banjarmasin
Basuki, Slamet. 2006. Ilmu Ukur Tanah. Yogyakarta : Gajah Mada Univercity Press
Laporan Praktikum Teknik Geodesi Angkatan 2006.